Masih Ada Limbah Aki Bekas
Seperti halnya warga Desa Gunung Gangsir lainnya, Mochamad Sakir tak henti-hentinya merasa jengkel. Pria berusia 60 tahun ini harus berkali-kali menancapkan papan peringatan pencemaran di tempat yang hanya berjarak 20 meter dari pabrik milik PT Indra Eramulti Logam Indonesia, perusahaan pengolah aki bekas. "Ini pun sering dicopot oleh petugas polisi dan kecamatan," katanya. Masyarakat setempat memang menuding Indra Eramulti sebagai sumber pencemaran.Kekesalan masyarakat desa di Kecamatan Beji, Pasuruan, Jawa Timur, itu bukan satu-satunya masalah yang menghadang Indra Eramulti. Perusahaan ini juga mesti menghadapi ancaman demo para pemulung limbah yang biasa memungut sisa hasil olahan di belakang pabrik. "Jika tidak dikeluarkan, kita didemo," kata Suryadi (bukan nama sebenarnya), seorang staf produksi Indra Eramulti, sambil mengingatkan tentang demo pemulung pada awal bulan ini karena Indra Eramulti sudah tiga bulan tak mengeluarkan limbah. Padahal limbah yang jadi sumber penghidupan para pemulung itu antara lain adalah timah hitam.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 23/1997, timah hitam (Pb) tergolong bahan beracun dan berbahaya atau B3 yang dilarang untuk diimpor. Bagi tiga perusahaan pengolah aki bekas yang ada, larangan ini mestinya efektif berlaku sejak tahun lalu. Selain Indra Eramulti, dua perusahaan lain adalah PT Non Ferindo Utama (Tangerang) dan PT Muhtomas (Cikarang). Tapi, hingga kini mereka terus melobi Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan instansi pemerintah lainnya. "Menjengkelkan. Mereka sudah diberi lima tahun, kok malah ketergantungan," kata Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim dengan nada tinggi.
Alih-alih menyesuaikan diri, sepanjang masa antara 1997 dan 2002 ketiga perusahaan itu justru meningkatkan volume impor aki bekas tiap tahun. Dari sekitar 136 ribu ton per tahun kapasitas "produksi" mereka, 80 persen aki bekas yang mereka olah berasal dari impor. Berbagai industri kecillah yang kemudian memanfaatkan dan mengelola aki bekas dalam negeri.
Meski begitu, menurut Ahmad Safiun, Ketua Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia, bila impor dihentikan, aki bekas dalam negeri tak akan memenuhi kapasitas produksi ketiga perusahaan itu. "Break even point saja tidak tercapai, apalagi ditambah stok bahan baku semakin berkurang karena hasil olahan diperuntukkan buat ekspor. Pelan-pelan, mati dong perusahaan," katanya.
Para pengusaha mengaku mau saja mengurusi aki bekas dalam negeri. Syaratnya, seperti kata Andri Nurjaya, Manajer Keuangan PT Non Ferindo Utama, "Kalau kurang, berikan dong kuota impor." Pemerintah menolak. Para pengusaha pun mengambil jalan pemutusan hubungan kerja. "Ini baru sedikit, sambil menunggu kebijakan pemerintah," kata Andri. Tidak aneh bila akhir-akhir ini demo karyawan tiga perusahaan itu sering muncul di Kementerian Lingkungan Hidup dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Mereka menuntut agar perusahaan kembali diberi hak impor sehingga tak perlu ada pengurangan karyawan ataupun mematikan aktivitas perusahaan.
Melihat hal itu, Ahmad Safrudin, Ketua Environmental Task Force, lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada pencemaran timah hitam, merkuri, dan persistent organo-pollutant, cenderung pesimistis. Menurut dia, tak ada niat pemerintah dan pengusaha melindungi lingkungan dari pencemaran limbah B3. "Kalau serius, seharusnya banyak industri yang kena sanksi dan ditutup.
Apa KLH pernah melakukan investigasi dan meneliti pencemaran timah hitam dari aki bekas?" kata mantan Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta ini. Kementerian Lingkungan Hidup memang mengaku tak punya data tentang pencemaran timah hitam akibat aki bekas.
Salah satu kemungkinan sumber pencemaran adalah aktivitas peleburan aki liar di kawasan Cengkareng. Dalam pengamatan TEMPO, cara kerjanya bahkan termasuk sederhana: aki bekas yang sudah dipreteli diambil sel-sel timahnya, kemudian dimasak di kuali baja bergaris tengah semeter dengan menggunakan arang sebagai bahan bakar, dibantu blower sebagai pemancar api. Lalu, timah leburan cair dicetak berbentuk batangan, dengan variasi berat 1-5 kilogram.
Penduduk sekitar sebenarnya resah dengan keberadaan industri yang tak jelas itu. Ditambah lagi polusi asap pembakaran dan sampah bekas aki sangat mengganggu. Tapi penduduk tak berkutik, apalagi berani protes. "Banyak premannya di sini," kata seorang ibu yang menolak disebut namanya. Menanggapi ini, Ian Swargana, Kepala Bidang Pengembangan Manufaktur Prasarana dan Jasa Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi di Kementerian Lingkungan Hidup, hanya bisa berkata, "Yang kecil-kecil memang agak sulit dideteksi dan dipantau."
Padahal industri kecil-kecil itu banyak bertebaran di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jakarta. Sampai kini semuanya masih melenggang saja meraup keuntungan. Bayangkan, pemulung menghargai Rp 2.500 sampai Rp 3.000 untuk 1 kilogram timah dari aki bekas. Setelah diolah, timah bisa dihargai Rp 15 ribu sekilonya. Hal ini dibenarkan Rasyid, 38 tahun, salah seorang pemulung limbah Indra Eramulti. Sehari saja ia bisa mengantongi Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu.
Timah hitam, yang dihasilkan dari proses peleburan itu, bisa tinggal di dalam tubuh. Sifatnya juga akumulatif. Efeknya besar sekali terhadap tubuh. ''Badan saya gatal-gatal dan sesak napas,'' kata Rasyid dengan nada takut-takut, karena Indra Eramulti tak membolehkannya bercerita kepada siapa pun. Gatal-gatal dan sesak napas baru sebagian saja. Masih banyak akibat buruk lainnya (baca, Bila Terkontaminasi B3).
Masyarakat Gunung Gangsir telah berkali-kali mempermasalahkan hal itu kepada instansi terkait. Tapi hasilnya nihil. "Kami sudah kehabisan akal," kata Sakir. Kementerian Lingkungan Hidup justru memastikan tak ada masalah lingkungan pada perusahaan pengolah aki impor. Alasannya, limbah sudah dibuang ke tempat pembuangan limbah B3. "Kita selalu memantau itu," kata Nabiel Makarim.
Kenyataannya memang berbeda benar. Maka, ironi itu seperti ada di mana-mana di negeri ini: undang-undang berlaku, tapi banyak pelanggar yang tetap melenggang.
March 31st, 2009 at 5:02 pm Terimakasih informasi tentang CSR, bila dimungkinkan apakan saya bisa mendapatkan lain mengenai seputar CSR sebagai bahan referensi saya dalam membuat tulisan, sekalilagi makasih banget sebelumnya, salam
[reply this comment]
April 11th, 2009 at 12:59 pm saya tertarik untuk mendalami tentang CSR, saya sampai skg belum menemukan PPnya, apakah saya bisa mendapatkannya dan buku2 apa saja yang menjadi referensi tentang CSR. terima kasih
agung_yadnya@yahoo.com
[reply this comment]
April 27th, 2009 at 6:53 pm Saya belum memahami mengenai perusahaan yang memilik stakeholder, tanggung jawab apa saja pada stakeholder, biaya apa yang harus dilakukan dan pemesana apa yang harus dilakukan secara kontiniutas, mohon bantuannya ya!!
[reply this comment]
August 7th, 2009 at 8:12 pm ASS…
saya sekarang melakukan penelitian mengenai pelaporan CSR dan membutuhkan data mengenai standar penilaian laporan CSR perusahaan yang diatur. mohon bantuannya.
terima kasih sebelumnya…
[reply this comment]
August 12th, 2009 at 4:10 pm menarik juga yah CSR, tapi apakah csr dalam suatau kegiatan perusahaan ikut dalam tahapan kegiatan tersebut atau terpisah namun masih dalam satu kesatuan. contohnya gini misal tahapan dalam kegiatan itu ada pra, operasi, psca makasih kalau ada referensi yang bagus boleh dung ikutan nimbrung
[reply this comment]
January 27th, 2010 at 1:59 pm saya tertarik tentang CSR ini. saya ingin tahu rancangan PP yang mengatur hal ini.timakasih
[reply this comment]
February 10th, 2010 at 5:11 pm [...] Edi : 2008 : Tanggung Jawab Sosial Perusahaan : Harian Pikiran Rakyat Edisi 22 April [...]
February 16th, 2010 at 1:13 pm Walaupun sebenarnya secara teknis CSR di serahkan kepada perusahaan untuk melaksanakannya. Mungkin pemerintah jangan hanya membuat regulasi tentang csr tetapi harus mendorong dan mengevaluasi agar csr yang diberikan tepat guna dan tepat hasil jika tidak kebijakan perusahaan tidak berbuah kebajikan bagi masyarakat